Beranda | Artikel
MEMBELAKANGI KIBLAT KETIKA KENCING
Minggu, 30 November 2008

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya, “Apa hukum menghadap kiblat atau membelakanginya ketika buang hajat?”. Maka beliau menjawab :

Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini menjadi beberapa pendapat :
Sebagian ulama berpandangan menghadap dan membelakangi kiblat itu diharamkan bagi orang yang buang hajat di luar bangunan. Mereka berdalil untuk menyatakan hal itu dengan hadits Abu Ayyub radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kamu menghadap ke arah kiblat ketika buang air besar maupun buang air kecil, dan jangan pula membelakanginya. Akan tetapi berpalinglah ke arah timur atau arah barat.” (HR. Bukhari dalam Kitab Wudhu’ bab laa yastaqbilul qiblah bibaulin wa laa ghaaithin [144] dan Muslim dalam Kitab Thaharah bab Istithabah [59]). Abu Ayyub mengatakan, “Dulu kami datang ke negeri Syam, ternyata kami dapati kamar-kamar kecil telah dibangun menghadap ke arah Ka’bah. Maka kami pun berpaling dari arah itu dan meminta ampun kepada Allah karenanya.” Para ulama itu membawa kandungan hadits ini kepada situasi di luar bangunan. Adapun jika berada di dalam bangunan, maka boleh menghadap atau pun membelakanginya. Mereka beralasan dengan hadits Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, dia menuturkan, “Suatu hari aku naik di bagian atas rumah Hafshah. Lalu aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menunaikan hajatnya menghadap ke arah Syam dan membelakangi Ka’bah.” (HR. Bukhari dalam Kitab Wudhu’ bab man tabarraza ‘ala labinatain [145]).
Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa tidak boleh menghadap ataupun membelakangi kiblat bagaimana pun kondisinya, di dalam bangunan atau di luar bangunan. Mereka menjadikan hadits Abu Ayyub terdahulu sebagai dalil untuk menetapkannya. Sedangkan mengenai hadits Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma tersebut maka mereka pahami dengan beberapa kemungkinan jawaban :

Pertama : hadits Ibnu Umar ini bisa ditafsirkan terjadi ketika belum ada larangan
Kedua : larangan harus lebih dikuatkan, sebab larangan itu merupakan hukum yang mengalihkan dari hukum asalnya (hukum asal kencing menghadap ke mana pun) yaitu boleh. Dan hukum yang telah mengalihkan dari hukum asal itu lebih diutamakan untuk dipegangi.
Ketiga : hadits Abu Ayyub tersebut merupakan ketetapan Nabi yang berupa ucapan sementara hadits Ibnu Abbas sekedar menunjukkan perbuatan beliau. Padahal perbuatan Nabi tentu tidak akan bertentangan dengan ucapannya; karena boleh jadi perbuatan itu dilakukan dimungkinkan sebagai bentuk pengkhususan (bagi beliau), atau karena lupa, atau kemungkinan udzur yang lainnya.

Namun, pendapat yang lebih kuat menurut saya dalam permasalahan ini adalah :
Diharamkan buang hajat menghadap dan membelakangi kiblat apabila berada di tempat terbuka, boleh membelakangi di dalam bangunan tapi kalau menghadap tidak boleh. Dikarenakan larangan menghadap kiblat tetap terpelihara serta tidak ada pengkhususan atasnya. Sedangkan untuk larangan membelakangi dikhususkan dengan dalil perbuatan beliau. Selain itu (buang hajat) membelakangi kiblat itu lebih ringan daripada menghadap ke sana. Oleh sebab itulah -wallahu a’lam- terdapat dalil yang meringankan hal itu apabila orang tersebut berada di dalam bangunan. Namun yang lebih utama tentu saja adalah tidak membelakanginya jika memungkinkan.

Diterjemahkan dari Fatawa Arkanil Islam, hal. 213-214. Penerbit Dar Ats-Tsurayya

Faedah :
Al-Bukhari rahimahullah menyebutkan hadits Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu’anhu di atas di bawah judul bab ‘tidak boleh menghadap kiblat ketika buang air besar maupun buang air kecil kecuali di sisi bangunan; semisal dinding atau semacamnya’ (lihat Fath Al-Bari, 1/295). Maka zahir ucapan Al-Bukhari ini menunjukkan beliau berpendapat bahwa buang hajat menghadap kiblat di dalam bangunan adalah boleh. Pendapat beliau ini hadits Jabir yang dinukil oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah di dalam syarahnya, Jabir mengatakan; “Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami membelakangi kiblat atau menghadapnya dengan kemaluan kami ketika buang air.” Jabir melanjutkan, “Kemudian aku melihat beliau setahun sebelum wafat kencing menghadap kiblat.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah dll, ini lafazh Ahmad). Ibnu Hajar rahimahullah menafsirkan perbuatan Nabi yang diceritakan dalam hadits ini terjadi di dalam bangunan karena itulah kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bersungguh-sungguh dalam menutupi dirinya setiap kali buang hajat (lihat Fath Al-Bari, 1/296). Hadits Jabir tersebut dinilai berderajat hasan oleh An-Nawawi rahimahullah, dan terdapat riwayat dari Ibnu Umar yang mendukungnya (lihat Syarh Muslim, 3/52). Pendapat ini pula yang dikuatkan oleh Syaikh Abdullah Al-Bassam rahimahullah (lihat Taudhih Al-Ahkam, 1/324). Wallahu a’lam.


Artikel asli: http://abumushlih.com/kencing-menghadap-atau-membelakangi-kiblat.html/